Privatisasi adalah proses pengalihan kepemilikan dari milik umum menjadi milik pribadi. Privatisasi sering diasosiasikan dengan perusahaan berorientasi jasa atau industri, seperti pertambangan, manufaktur atau energi, meski dapat pula diterapkan pada aset apa saja, seperti tanah, jalan, atau bahkan air.
Secara teori, privatisasi membantu terbentuknya pasar bebas, mengembangnya kompetisi kapitalis, yang oleh para pendukungnya dianggap akan memberikan harga yang lebih kompetitif kepada publik. Sebaliknya, para sosialis menganggap privatisasi sebagai hal yang negatif, karena memberikan layanan penting untuk publik kepada sektor privat akan menghilangkan kontrol publik dan mengakibatkan kualitas layanan yang buruk, akibat penghematan-penghematan yang dilakukan oleh perusahaan dalam mendapatkan profit.
Privatisasi itu penting terutama untuk meningkatkan efisiensi dan menerapkan nilai-nilai profesionalisme, termasuk di dalamnya penerapan GCG. Apakah privatisasi merupakan jalan satu-satunya? Tentu saja tidak, hal ini tentunya ditunjukkan pada kasus PLN di mana peran seorang Dahlan Iskan mampu sedikit demi sedikit mengubah kinerja PLN. Dan mungkin yang menjadi catatan penting bahwa dengan mengandalkan sumber daya manusia dari bangsa sendiri dapat meningkatkan rasa nasionalisme dan membuktikan bahwa kita mampu berjaya di tanah kita sendiri. Pemerintah harus bisa menunjukkan komitmennya supaya perusahaan tersebut bisa dikelola dengan baik dan benar untuk mencapai keuntungan, dan rakyat pun akhirnya dapat merasakan dampak positif dari kinerja BUMN kita sehingga rasa memiliki pun akan semakin meningkat, yang pada akhirnya cita-cita ekonomi kerakyatan pun akan semakin terwujud; dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Sabtu
Pengertian IQ,EQ,SQ,RQ
Kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar dari Allah SWT kepada manusia dan menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dengan kecerdasannya, manusia dapat terus menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui proses berfikir dan belajar secara terus menerus.
Berdasarkan temuan dalam bidang antropologi, kita mengetahui bahwa jutaan tahun yang lalu di muka bumi ini pernah hidup makhluk yang dinamakan Dinosaurus yaitu sejenis hewan yang secara fisik jauh lebih besar dan kuat dibandingkan dengan manusia. Namun saat ini mereka telah punah dan kita hanya dapat mengenali mereka dari fosil-fosilnya yang disimpan di musium-musium tertentu. Boleh jadi, secara langsung maupun tidak langsung, kepunahan mereka salah satunya disebabkan oleh faktor keterbatasan kecerdasan yang dimilikinya.
Lantas, apa sesungguhnya kecerdasan itu ? Sebenarnya hingga saat ini para ahli pun tampaknya masih mengalami kesulitan untuk mencari rumusan yang komprehensif tentang kecerdasan yang sesungguhnya bersifat kompleks
1. IQ (Intelligence Quotient)
Memang, semula kajian tentang kecerdasan hanya sebatas kemampuan individu yang bertautan dengan aspek kognitif atau biasa disebut Kecerdasan Intelektual yang bersifat tunggal. Dari kajian ini, menghasilkan pengelompokkan kecerdasan manusia yang dinyatakan dalam bentuk Inteligent Quotient (IQ), yang dihitung berdasarkan perbandingan antara tingkat kemampuan mental (mental age) dengan tingkat usia (chronological age), merentang mulai dari kemampuan dengan kategori Ideot sampai dengan Genius
Selama bertahun-tahun IQ telah diyakini menjadi ukuran standar kecerdasan, namun sejalan dengan tantangan dan suasana kehidupan modern yang serba kompleks, ukuran standar IQ ini memicu perdebatan sengit dan sekaligus menggairahkan di kalangan akademisi, pendidik, praktisi bisnis dan bahkan publik awam, terutama apabila dihubungkan dengan tingkat kesuksesan atau prestasi hidup seseorang.
2. EQ (Emotional Quotient)
Adalah Daniel Goleman (1999), salah seorang yang mempopulerkan jenis kecerdasan manusia lainnya yang dianggap sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi terhadap prestasi seseorang, yakni Kecerdasan Emosional, yang kemudian kita mengenalnya dengan sebutan Emotional Quotient (EQ). Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. EQ(kecerdasan emosional) berkaitan dengan sikap, motivasi, sosiabilitas, serta aspek-aspek emosional lainnya, merupakan faktor-faktor yang amat penting bagi pencapaian kesuksesan seseorang. Berbeda dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang cenderung bersifat permanen, kecakapan emosional (EQ) justru lebih mungkin untuk dipelajari dan dimodifikasi kapan saja dan oleh siapa saja yang berkeinginan untuk meraih sukses atau prestasi hidup.
3. SQ (Spiritual Quotient)
Pekembangan berikutnya dalam usaha untuk menguak rahasia kecerdasan manusia adalah berkaitan dengan fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan. Kecerdasan intelelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ) dipandang masih berdimensi horisontal-materialistik belaka (manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial) dan belum menyentuh persoalan inti kehidupan yang menyangkut fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan (dimensi vertikal-spiritual). Berangkat dari pandangan bahwa sehebat apapun manusia dengan kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosionalnya. pada saat-saat tertentu, melalui pertimbangan fungsi afektif, kognitif, dan konatifnya manusia akan meyakini dan menerima tanpa keraguan bahwa di luar dirinya ada sesuatu kekuatan yang maha Agung yang melebihi apa pun, termasuk dirinya.
Pada tahun 1997 Ramachandran menemukan adanya God Spot dalam otak manusia, yang sudah secara built-in merupakan pusat spiritual (spiritual centre), yang terletak diantara jaringan syaraf dan otak menunjukkan adanya proses syaraf dalam otak manusia yang terkonsentrasi pada usaha yang mempersatukan dan memberi makna dalam pengalaman hidup kita. Kajian tentang God Spot inilah pada gilirannya melahirkan konsep Kecerdasan Spiritual, yakni suatu kemampuan manusia yang berkenaan dengan usaha memberikan penghayatan bagaimana agar hidup ini lebih bermakna. Dengan istilah yang salah kaprahnya disebut Spiritual Quotient (SQ)
4. RQ
Pengertian mengenai RQ ini menurut saya sangat sulit, karena banyak yang mengartikannya secara berbeda, tapi menurut sumber yang saya dapat,dituliskan dari 10 macam kecerdasan, RQ adalah Reading Quotient (Kecerdasan Membaca), saya juga ragu dalam mengartikan seperti ini, tetapi karena ada sumber yang jelas menuliskannya, saya mungkin hanya dapat menjelaskan bahwa RQ adalah kecerdasan manusia dalam mengolah kata yang dibacanya sehingga otak dapat mencerna dan menyimpan informasi tersebut dengan baik, mungkin kita semua pernah mendengar atau pernah melakukan yang disebut dengan test kecepatan membaca (biasanya minimal normalnya 200 kata per menit), nah kecerdasan membaca (RQ) tersebut diukur dengan menggunakan metode ini, rumusnya adalah Jumlah kata yang dibaca dibagi jumlah detik untuk membaca dikalikan 60 = jumlah kpm (kata per menit).
Berdasarkan temuan dalam bidang antropologi, kita mengetahui bahwa jutaan tahun yang lalu di muka bumi ini pernah hidup makhluk yang dinamakan Dinosaurus yaitu sejenis hewan yang secara fisik jauh lebih besar dan kuat dibandingkan dengan manusia. Namun saat ini mereka telah punah dan kita hanya dapat mengenali mereka dari fosil-fosilnya yang disimpan di musium-musium tertentu. Boleh jadi, secara langsung maupun tidak langsung, kepunahan mereka salah satunya disebabkan oleh faktor keterbatasan kecerdasan yang dimilikinya.
Lantas, apa sesungguhnya kecerdasan itu ? Sebenarnya hingga saat ini para ahli pun tampaknya masih mengalami kesulitan untuk mencari rumusan yang komprehensif tentang kecerdasan yang sesungguhnya bersifat kompleks
1. IQ (Intelligence Quotient)
Memang, semula kajian tentang kecerdasan hanya sebatas kemampuan individu yang bertautan dengan aspek kognitif atau biasa disebut Kecerdasan Intelektual yang bersifat tunggal. Dari kajian ini, menghasilkan pengelompokkan kecerdasan manusia yang dinyatakan dalam bentuk Inteligent Quotient (IQ), yang dihitung berdasarkan perbandingan antara tingkat kemampuan mental (mental age) dengan tingkat usia (chronological age), merentang mulai dari kemampuan dengan kategori Ideot sampai dengan Genius
Selama bertahun-tahun IQ telah diyakini menjadi ukuran standar kecerdasan, namun sejalan dengan tantangan dan suasana kehidupan modern yang serba kompleks, ukuran standar IQ ini memicu perdebatan sengit dan sekaligus menggairahkan di kalangan akademisi, pendidik, praktisi bisnis dan bahkan publik awam, terutama apabila dihubungkan dengan tingkat kesuksesan atau prestasi hidup seseorang.
2. EQ (Emotional Quotient)
Adalah Daniel Goleman (1999), salah seorang yang mempopulerkan jenis kecerdasan manusia lainnya yang dianggap sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi terhadap prestasi seseorang, yakni Kecerdasan Emosional, yang kemudian kita mengenalnya dengan sebutan Emotional Quotient (EQ). Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. EQ(kecerdasan emosional) berkaitan dengan sikap, motivasi, sosiabilitas, serta aspek-aspek emosional lainnya, merupakan faktor-faktor yang amat penting bagi pencapaian kesuksesan seseorang. Berbeda dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang cenderung bersifat permanen, kecakapan emosional (EQ) justru lebih mungkin untuk dipelajari dan dimodifikasi kapan saja dan oleh siapa saja yang berkeinginan untuk meraih sukses atau prestasi hidup.
3. SQ (Spiritual Quotient)
Pekembangan berikutnya dalam usaha untuk menguak rahasia kecerdasan manusia adalah berkaitan dengan fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan. Kecerdasan intelelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ) dipandang masih berdimensi horisontal-materialistik belaka (manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial) dan belum menyentuh persoalan inti kehidupan yang menyangkut fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan (dimensi vertikal-spiritual). Berangkat dari pandangan bahwa sehebat apapun manusia dengan kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosionalnya. pada saat-saat tertentu, melalui pertimbangan fungsi afektif, kognitif, dan konatifnya manusia akan meyakini dan menerima tanpa keraguan bahwa di luar dirinya ada sesuatu kekuatan yang maha Agung yang melebihi apa pun, termasuk dirinya.
Pada tahun 1997 Ramachandran menemukan adanya God Spot dalam otak manusia, yang sudah secara built-in merupakan pusat spiritual (spiritual centre), yang terletak diantara jaringan syaraf dan otak menunjukkan adanya proses syaraf dalam otak manusia yang terkonsentrasi pada usaha yang mempersatukan dan memberi makna dalam pengalaman hidup kita. Kajian tentang God Spot inilah pada gilirannya melahirkan konsep Kecerdasan Spiritual, yakni suatu kemampuan manusia yang berkenaan dengan usaha memberikan penghayatan bagaimana agar hidup ini lebih bermakna. Dengan istilah yang salah kaprahnya disebut Spiritual Quotient (SQ)
4. RQ
Pengertian mengenai RQ ini menurut saya sangat sulit, karena banyak yang mengartikannya secara berbeda, tapi menurut sumber yang saya dapat,dituliskan dari 10 macam kecerdasan, RQ adalah Reading Quotient (Kecerdasan Membaca), saya juga ragu dalam mengartikan seperti ini, tetapi karena ada sumber yang jelas menuliskannya, saya mungkin hanya dapat menjelaskan bahwa RQ adalah kecerdasan manusia dalam mengolah kata yang dibacanya sehingga otak dapat mencerna dan menyimpan informasi tersebut dengan baik, mungkin kita semua pernah mendengar atau pernah melakukan yang disebut dengan test kecepatan membaca (biasanya minimal normalnya 200 kata per menit), nah kecerdasan membaca (RQ) tersebut diukur dengan menggunakan metode ini, rumusnya adalah Jumlah kata yang dibaca dibagi jumlah detik untuk membaca dikalikan 60 = jumlah kpm (kata per menit).
Langganan:
Postingan (Atom)